Kekuasaan dan Kekuatan
Dilema merupakan suatu peristiwa atau masalah yang muncul, ketika baik dan buruknya, benar dan salahnya sulit ditentukan, karena dalam penentuannya akan menimbulkan dampak atau resiko yang besar, baik itu yang bersifat positif maupun yag bersifat negatif.
Kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain untuk mencapai sesuatu dengan cara yang diinginkan. Dimana studi tentang kekuasaan dan dampaknya merupakan suatu hal yang penting. Karena kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, maka kemungkinan dalam setiap interaksi dan hubungan sosial menggunakan kekuasaan. Dalam kekuasaan selalu melibatkan hubungan antara dua orang atau lebih, serta selalu melibatkan interaksi sosial antar beberapa pihak. Dengan demikian seorang individu atau kelompok yang terisolasi tidak dapat memiliki kekuasaan karena kekuasaan harus dilaksanakan atau mempunyai potensi untuk dilaksanakan oleh orang lain atau kelompok.
Menurut Adeney-Risakotta bahwa teori kekuasaan yang dicari dan dimiliki tidaklah sepenuhnya tepat untuk menggambarkan realitas yang terjadi. Bagi Adeney-Risakotta, kekuasaan ada pada semua orang. Menurutnya kekuasaan bukanlah sesuatu yang dicari dalam suatu perjuangan politik. Kekuasaan adalah sebuah kemampuan untuk bertindak secara bersama untuk mencapai tujuan bersama. Dengan demikian, tidak adanya kekuasaan berarti ketidakmampuan untuk membuat perubahan dalam realitas social (Adeney-Risakotta, 2004: 484). Hal tersebut berbeda dengan Vilarreal (1994 : 172) yang mengatakan bahwa kekuasaan bukanlah sesuatu yang bisa dimiliki atau tidak, akan tetapi kekuasaan itu lahir sebagai konsekuensi dari tindakan seseorang.
Types of power” (Robbins-1991), atau “basis-basis kekuasaan sosial (the bases of social power)” (French-1960), pada hakekatnya teridentifikasi dari
1. Kekuasaan sah (Legitimate Power)
Yaitu kekuasaan yang dimiliki seorang pemimpin sebagai hasil dari posisinya dalam suatu organisasi atau lembaga. Kekuasaan yang memberi otoritas atau wewenang kepada seorang pemimpin untuk memberi perintah, yang harus didengar, dipatuhi dan dilakukan oleh bawahannya.
2. Kekuasaan paksa (Coercive Power)
Yaitu kekuasaan yang didasari karena kemampuan seorang pemimpin untuk memberi hukuman dan melakukan pengendalian. Yang dipimpin juga menyadari bahwa apabila dia tidak mematuhinya, akan ada efek negatif yang bisa timbul. yang bisa menggunakan kekuasaan ini adalah pemimpin yang bijak dalam konotasi pendidikan dan arahan yang positif terhadap bawahannya.
3. Kekuasaan penghargaan (Reward Power)
Yaitu kekuasaan untuk memberikan keuntungan positif atau penghargaan kepada yang dipimpin. Tentu hal ini bisa terlaksana dalam konteks bahwa sang pemimpin punya kemampuan dan sumberdaya untuk memberikan penghargaan kepada bawahan yang melaksanakan perintanya. Penghargaan bisa berupa pemberian hak otonomi atas suatu wilayah yang berprestasi, promosi jabatan, uang, dll.
4. Kekusaan kepakaran (Expert Power)
Yaitu kekuasaan yang berdasarkan karena kepakaran dan kemampuan seseorang dalam suatu bidang tertentu, sehingga menyebabkan bawahan patuh karena percaya bahwa pemimpin punyai pengalaman, pengetahuan dan kemahiran konseptual dan teknikal. Kekuasaan ini akan terus berjalan dalam kerangka sang pengikut memerlukan kepakarannya, dan akan hilang apabila sudah tidak memerlukannya. Kekuasaan kepakaran bisa terus eksis apabila ditunjang oleh adanya referen tpower atau legitimate power.
5. Kekuasaan rujukan (Referent Power)
Yaitu kekuasaan yang timbul karena karisma, karakteristik individu, keteladanan atau kepribadian yang menarik. Dalam konteks tersebut diatas, dimana hubungan kekuasaan adalah suatu produk dari hubungan-hubungan kekuatan yang muncul dari pelaku, yang meliputi baik itu pelaku yang menguasai maupun pelaku yang dikuasai.
Sudut pandang terhadap kekuasaan terdiri dari 2(dua) yaitu:
1. Kekuasaan yang bersifat positif
Kekuasaan yang bersifat positif merupakan Kemampuan yang dianugerahkan oleh Tuhan kepada individu sebagai pemegang kekuasaan tertinggi yang dapat mempengaruhi dan merubah pemikiran orang lain atau kelompok untuk melakukan suatu tindakan yang diinginkan oleh pemegang kekuasaan dengan sungguh-sungguh bukan karena paksaan baik itu secara fisik maupun mental.
2. Kekuasaan yang bersifat Negatif
Kekuasaan yang bersifat negative dimana sifat atau watak yang dimiliki oleh seseorang yang Arogan, Egois, serta Apatis, dalam mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan tindakan yang diinginkan oleh pemegang kuasa dengan cara paksaan atau tekanan baik secara fisik maupun mental. Yang berkuasa biasanya tidak memiliki kecerdasan intelektual dan emosional yang baik, hanya mencari keuntungan pribadi/kelompok, bahkan terkadang tidak dapat menjalankan perintah yang diperintahkan kepada orang yang berada di bawah kekuasannya. Karena tidak memiliki kemampuan atau modal apapun selain kekuasaan, maka terkadang pimpinannya tidak berlangsung lama karena tidak mendapatkan dukungan sepenuhnya dari Rakyatnya.
Dalam perkembangan kekuatan, selalu ada respon. Meskipun semua entitas pasti setuju bahwa kekuatan adalah vital bagi sebuah entitas. Seperti hal-hal sebagai berikut:
1. Kebutuhan akan Kekuatan
2. Kondisi Diatur dan Dibatasi Oleh Sistem Lain
3.Mengalah untuk Perdamaian.
Menurut Kanti Bajpai, terdapat 3 (tiga) konklusi titik pandang yang ada dalam peta dilemma pengembangan kekuatan yaitu sbb:
1. Rejectionists, pragmatists, dan maximalists, semuanya setuju bahwa entitanya membutuhkan kekuatan, dalam beragam modelnya, dari mulai kekuatan non-material, finansial, diplomasi, sampai dengan military stuff.
2. Model yang memilih dibawah pengaturan yang lebih tinggi dipilih oleh pragmatist, dengan menandatangani perjanjian pembatasan kekuatan atau berpartisipasi dalam forum-forum tersebut.
3. Rejectionists memilih menghapuskan pertentangan dengan menghentikan pengembangan kekuatan yang ambisius.
Demikianlah mengapa Dilema terjadi dalam setiap keputusan pengembangan kekuatan. Hal tersebut disebabkan karena adanya manusia yang memiliki ordinat titik yang berbeda-beda dalam memandang isu. Isu yang menentukan besar tidaknya sebuah bangsa dalam konteks yang definitif di dunia ini. Karena tiga titik pandang tersebut bersifat dinamis menurut realita, prioritas, dan pertimbangan konteks yang terjadi dan dihadapi. Sehingga persiapan segenap potensi dan kekuatan, partisipasi dalam sistem pihak lain, dan mengalah untuk damai sebenarnya dapat menjadi pilihan yang bersifat dinamis. Keberhasilan mengelola dinamika sesuai dengan konteksnya adalah sebuah pengantar menuju negara kosmopolit yang mondial.
Kekuasaan cenderung didefinisikan sebagai kekuatan, terlepas dari apakah satu memegang kekuasaan adalah Inisiator atau Penanggap. Dimana disemua negara dan kondisi, yang benar tanpa kewenangan adalah untuk menentang kekuatan. Untuk itu, Power dapat berupa sesuatu yang menetapkan dan mempertahankan kontrol manusia atas manusia. Kekuasaan meliputi dominasi manusia oleh manusia, baik ketika itu berakhir disiplin moral dan dikendalikan oleh perlindungan konstitusional, seperti dalam demokrasi Barat.
Kesimpulan
Kekuasaan tidaklah dimiliki, karena kekuasaan berada dalam hubungan antar kekuatan. Kekuasaan itu dipraktekkan sehingga pertanyaan untuk kekuasaan bukanlah “milik siapa”, akan tetapi “bagaimana kekuasaan itu bekerja”. Dimana dalam prektek kekuasaan, akan selalu ditemukan adanya Resistensi. Resistensi adalah sesuatu yang ada dalam hubungan kekuasaan karena jalinan antar kekuatan itu sebenarnya berjalan dalam logika saling mempengaruhi.
Sumber:
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2009/10/kekuasaan-dan-wewenang-2/
http://id.wikipedia.org/wiki/Kekuasaan
http://www.endonesya.com/Article.aspx?articleId=19